Jumat, 05 Juli 2013

Selasa, 19 Juni 2012

PERTANIAN ORGANIK VC KIMIAWI

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah, yang berjudul “PERTANIAN ORGANIK VS PERTANAIN ANORGANIK, ini dalam kondisi baik dan tepat pada waktunya. Tujuan penyusunan makalah ini bagi penulis adalah untuk mengetahui pengertian pertanian organik dan anorganik serta peran dan fungsinya. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan makalah ini berkat adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, kepada: 1. Pak Ir. Amir Hamzah, MP. Selaku pengasuh mata kuliah pertanian berkelanjutan. 2. Rekan-rekan mahasiswa Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Semoga dukungan, motivasi, serta doa yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan kasih dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi para pembaca. Malang, Juli 2011 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain – lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia. Disamping itu budaya petani yang menggunakan pestisida kimia dengan frekuensi dan dosis berlebih akan menghasilkan pangan yang meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih. Pada saat ini satu dari empat orang Amerika mengkonsumsi produk organik. Di negara itu, laju pertumbuhan produk organik sangat luar biasa, yakni lebih dari 20 % setiap tahunnya dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan hal tersebut membuat pertanian organik tumbuh sangat cepat dalam mengisi sektor ekonomi (Wood, Chaves dan Comis, 2002). Dalam era globalisasi, pasar sayuran organik sangat terbuka dan saat ini Australia telah mengambil peluang ini dengan mengekspor sayuran organik ke pasar Amerika, beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Perancis, Jepang, juga ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura (McCoy, 2001). Keadaan ini juga dicermati negara Asia seperti Thailand yang sejak tahun 1995 telah mengeluarkan standarisasi dan sertifikasi tentang produk organik (ACT, 2001). Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional, walaupun bertahap. Hal ini karena beberapa keunggulan komperatif antara lain: 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik. 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang. Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani. Sehingga kalau kita melihat data luas lahan pertanian indonesia tsb diatas, ini menunjukkan angka yang sangat Fantastis untuk mengambil peran dalam dunia Pertanian Organik khususnya menjadi Agen atau distributor Pupuk Organik, karena pemerintah indonesia mulai mengambil langkah tepat untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia oleh petani indonesia dengan cara mengurangi subsidi pupuk kimia yang selama ini digunakan petani kita dalam meningkatkan hasil, akan tetapi pemakaian pupuk kimia dalam kurun waktu lama akan menurunkan tingkat kesuburan tanah sampai diambang kerusakkan ekosistem tanah. 1.2 TUJUAN. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:  Pembaca mengerti mengenai masalah lahan pertanian di Indonesia yang semakin kritis karena tingginya pemakaian pupuk kimia.  Pembaca mengetahui dampak pencemaran tanah yang disebabkan oleh pupuk secara rinci.  Pembaca mengetahui langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi pencemaran tanah,khususnya lahan pertanian karena penggunaan pupuk kimia tersebut.  Mengajakan pembaca menggunaan bahan organik dalam usaha pertanian sehingga hasil produksi lebih meningkat.  Menciptakan hasil pertanian organik, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERTANIAN ORGANIK. Seiring dengan maraknya gerakan konsumen hijau, kesadaran konsumen untuk membeli produk yang ramah lingkungan semakin meningkat, termasuk di dalamnya produk-produk pertanian yang sehat dan bebas bahan kimia.Munculnya berbagai persyaratan perdagangan internasional seperti ISO-9000, ISO-14000, dan ecolabeling. Berbagai persyaratan ini menandakan bahwa masyarakat internasional tidak lagi menghendaki produk pertanian yang mengandung bahan-bahan kimia dan merusak kesehatan, lingkungan, dan generasi berikutnya. Pertanian organik menjadi alternatif bagi bangsa Indonesia karena jika pola pertanian modern yang padat bahan kimia tetap dilakukan seperti sekarang ini, dikhawatirkan Indonesia tidak dapat lagi mengekspor produk-produk pertaniannya. Selain itu, bertani secara organis merupakan terobosan bagi para petani di tengah membubung tingginya harga pupuk dan pestisida kimia. Sebenarnya, ada dua cara untuk mengatasi tingginya harga pupuk dan pestisida buatan pabrik. Pertama, menyediakan modal yang lebih besar. Ini dapat dilakukan, misalnya, dengan mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Tani (KUT). Tentu saja petani terkena beban hutang. Kedua, petani membuat pupuk sendiri dengan bahan-bahan alami yang telah disediakan oleh alam dan melakukan pengendalian hama. Cara kedua relatif jauh lebih murah dan menyehatkan. Petani organik menjadi petani yang mandiri dan merdeka, karena bahan-bahan bertani diperoleh dari alam sekitar. Petani tidak lagi menjadi tergantung kepada para produsen benih, pupuk, maupun pestisida. Selain itu, pertanian organik memberi ruang yang luas bagi petani untuk mengembangkan kreativitas bertaninya, seperti memanfaatkan bahan-bahan tidak berguna untuk kegiatan bertaninya. Sampah digunakan menjadi pupuk. Kaleng bekas dimanfaatkan untuk mengusir burung. Pertanian organik menjadi bagian dari upaya pemberdayaan petani, karena mengurangi ketergantungan petani terhadap pihak-pihak atas desa yang selama ini mengeksploitasi petani. Dalam konteks pertanian yang berkelanjutan, model pertanian organik merupakan suatu strategi penguatan pemahaman petani akan harkat hidupnya, dan masa depan pertanian Indonesia. Dalam pemahaman inilah, hak petani atas tanah, perlu ditegakkan. Oleh karena itu, Reforma Agraria Indonesia tetap menjadi agenda pokok perjuangan petani Indonesia. 2.2 PERTANIAN ANORGANIK. Sudah menjadi hal yang rutin terjadi, di masa petani sangat membutuhkan pupuk selalu terjadi kelangkaan pupuk. Ini merupakan fenomena yang sering di alami oleh kaum yang sangat besar jasanya terhadap pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia pada umumnya dan masyarakat Banyuwangi pada khususnya. Demikian juga pihak terkait merasa saling menyalahkan terhadap sulitnya petani dalam mendapatkan pupuk (anorganik, dibaca pupuk urea). Entah itu distributornya, penyalurnya maupun sampai pada kios. Apalagi ada beberapa pihak yang saling memperkarakan masalah kelangkaan pupuk. Hal yang sangat kurang baik dan bukannya menyelesaikan masalah malah menimbulkan masalah dan contoh yang tidak baik bagi masyarakat petani. Bukan rahasia lagi di tempat pembuatan pupuk di Gresik saja kelangkaan pupuk terjadi. Mensikapi kelangkaan pupuk di daerahnya komisi B DPRD Gresik melakukan seiring dengan distributor dan pihak PT Petrokimia Gresik selaku produsen dalam temuannya dilapangan komisi B menemukan adanya permainan pupuk ditingkat distributor dan kios sehingga pupuk di Gresik langkah. Lalu yang terjadi di Banyuwangi kasusnya apa? Ini menjadi Home work kita, mulai dari Pemerintah Daerah, DPRD, Distributor sampai Kios. Jangan mencari kambing hitam. Tapi solusi yang harus kita lakukan. Kami tertarik pada salah satu partai yang memiliki kegiatan yang bisa menjadi contoh bagi partai-partai yang lain, yaitu pelaksanaan kegiatan yang mampu meningkatkan SDM petani dengan pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan.(dengan catatan semoga murni menjadi kegiatan yang positip). Kalau kita lihat negara Tiongkok, India, Nepal permasalahan pupuk, terutama pupuk anorganik bukan menjadi masalah karena langkanya, tapi malah menjadi masalah bagi mereka karena menimbulkan dampak yang serius terhadap microorganisme tanah, unsur hara yang ada dalam tanah dan kemampuan tanah. Coba kita mereview di sekitar tahun 1971-an, awalnya petani menerapkan pertanian yang berwawasan lingkungan yang memang untuk pemenuhan produksi belum maksimal karena teknologi pada saat itu belum berkembang secara maksimal. Kemudian muncul revolusi hijau, dimana input pertanian memerlukan bantuan dari luar yang kita sebut sebagai pupuk, pestisida? Awalnya petani tidak mau bahkan menolak, tetapi dengan segala cara penguasa pada saat itu memaksakan untuk memakai pupuk anorganik tersebut tanpa melihat dampak yang muncul. Mula efek yang muncul pada tanah; penurunan kualitas tanah, matinya microorganisme tanah, penurunan kesuburan tanah (eksploitasi tanah), munculnya ledakan hama, terkumulasinya residu pupuk maupun bahan kimia dari pestisida sehingga muncul penyakit-penyakit yang sulit dikendalikan seperti kanker kemudian terjadinya pemanasan global, karena ekologi di sekitar lahan pertanian mulai berubah. Dari sebagian peristiwa yang merupakan dampak negatif yang muncul dari pemakaian pupuk yang tidak berimbang tersebut maka perlu dilakukan suatu gerakan yang telah berhasil dilakukan oleh penguasa pada saat itu (1971) maksudnya usahanya, tetapi materi pelaksanaannya jelas berbeda yaitu back to nature, penggunaan pupuk organik yang mungkin sudah menjadi program di hampir setiap wilayah di Indonesia, tetapi gaungnya terasa seperti jalan di tempat. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 PROSPEK PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK. Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik. Tuhan telah menganugrahkan kepada bangsa ini kekayaan alam yang berlimpah ruah tanpa batas. Leluhur kita telah mewariskan cara bertani yang penuh budi pekerti tapi tetap cerdas, keadaan ini patut disyukuri karena rasa syukur adalah benih pohon yang besar nan rindang, yang bernama kemakmuran. Jika kita mau jujur, pasti ingat lima puluh tahun yang lalu orang tua kita dengan bangga mengajarkan cara bertani yang bijaksana dan benar yaitu cara bertani organik, kalaupun memakai pupuk kimia tidak lebih dari 100 kg / ha sawah padi sisanya pupuk organik, hasilnya pun layak, tapi kini rasanya jarang orang tua kita yang bangga jadi pelatih petani kepada anaknya karena salah satunya akibat terjebak memakai pupuk kimia, minimal harus 400 kg / ha baru layak bisnis.Karena lahan pertanian telah rusak parah, itupun harga Menatap Indahnya Prospek Pertanian Organik pupuk harus disubsidi oleh Pemerintah, padahal subsidi berasal dari pajak rakyat juga yang seharusnya dana tersebut bisa dialokasikan kepada petani kesasaran yang edukasi, interaksi antar petani melalui media, pendidikan dan pelatihan pertanian organik serentak menyebar, cara menata ulang mengelola potensi pangsa pasar, pengembangan intensifikasi pertanian organik dan sebagai salah satu sumber permodalan pertanian. Pertanian organik benar-benar sangat prospektif, dinegara-negara lain sudah menjadi hal biasa saja walaupun di negeri kita masih seperti luar biasa, prospektif karena hasilnya nikmat dikonsumsi alasan utama sehat, ramah lingkungan tidak merusak lahan pertanian, harga jual lebih mahal tapi permintaan meningkat tajam. Ini peluang emas bagi petani kita. Prospek pertanian organik di masa mendatang mempunyai peluang usaha yang sangat baik dan cerah, karena kesadaran konsumen untuk konsumsi sumber makanan yang sehat dan bergizi semakin meningkat. Konsumen yang baik bukan hanya memperhatikan porsi yang ideal dan makanan yang baik dan sehat saja akan tetapi turut memperhatikan dan peduli tentang suatu proses produksi dan dampak-dampaknya. Hasil produksi dari pertanian organik ternyata lebih bermutu dibanding dengan budidaya pertanian biasa. Beberapa kriteria yang mempunyai nilai lebih antara lain rasa lebih enak, lebih awet disimpan, warnanya lebih menarik dan pasti lebih sehat karena tidak mengandung residu bahan-bahan kimia. Produk pertanian yang tidak mengandung residu bahan kimia berbahaya disukai konsumen saat ini dan masa mendatang, karena masyarakat yang telah memahami tentang kesehatan akan memilih dan mengkonsumsi makanan yang tidak merugikan kesehatan tubuh. Dalam proses penerapan budidaya pertanian organik memang agak sulit dibandingkan dengan budidaya biasa yang menggunakan bahan kimia (anorganik). Untuk itu orang yang akan mengembangkan pertanian organik harus mempunyai jiwa juang dan cinta terhadap lingkungan dan semua isi alam. Harus mau mengenal alam dimana dia berada, mengembangkan cara-cara bertani yang sesuai dengan keadaan alam setempat, mengenali dan mengembangkan sumber-sumber daya yang ada ditempat itu. Hal yang tidak kalah pentingnya dalan penerapan pertanian organik adalah pemahaman tentang makhluk hidup dalam hubungannya dengan lingkungan, sehingga mutlak dituntut kejelian dan ketelitian dalam setiap pengambilan keputusan serta tindakan di lahan usahataninya. Sistem usahatani yang cocok untuk daerah tertentu belum tentu cocok untuk daerah lainnya, karena berkaitan dengan varietas yang ditanam akan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kesuburan tanah, suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya matahari. Selain itu jenis hama dan penyakit yang berkembang akan ditentukan oleh varietas yang ditanam, perlakuan budidaya dan pengaruh lingkungan setempat, sehingga kita harus menyesuaikan keadaan setempat untuk menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan tumbuhan, binatang, mikroorganisme, tanah, udara dan unsur-unsur yang lainnya. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Pengembangan produk pertanian organik punya prospek pengembangan yang sangat baik di Sumatera Barat. Tingkat kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk sehat seiring dengan pertambahan penduduk menyebabkan potensi pasar produk organik terbuka luas. Besarnya potensi Sumatera Barat dalam pengembangan pertanian organik didukung oleh kondisi lahan pertanian Sumatera Barat yang sangat cocok dengan sistim pertanian organik. Hasil survey Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat bekerjasama dengan PT AFTA Agro Consultant mendapatkan banyak daerah daerah yang cocok untuk pengembangan sistim pertanian yang ramah lingkungan ini. 3.2 PELUANG USAHA. Peluang Indonesia menjadi produsen pangan organik dunia, cukup besar. Disamping memiliki 20% lahan pertanian tropic, plasma nutfah yang sangat beragam, ketersediaan bahan organik juga cukup banyak. Namun menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yang saling sinergis untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik terkemuka. Indonesia yang beriklim tropis, merupakan modal SDA yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Survey BPS (2000) menunjukkan produksi sayuran diIndonesia, diantaranya bawang merah, kubis, sawi, wortel dan kentang berturut – turut 772.818, 1.336.410, 484.615, 326.693 dan 977.349 ton pada total area seluas 291.192 Ha. Selanjutnya survey yang dilakukan oleh Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman menunjukkan bahwa kebutuhan berbagai sayuran di 8 pasar swalayan di Jakarta sekitar 766 ton per bulan, dimana sekitar 5 % adalah sayuran impor (Rizky, 2002). Sejak tahun 1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya. Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat. Karena selama ini ada beberapa item produk pertanian indonesia yang tidak mampu menembus pasar internasional disebabkan tingginya akan kandungan residu kimia yang terserap oleh tanaman sehingga sangat berbahaya bagi manusia, padahal pangsa pasar internasional sangat terbuka lebar untuk produk-produk pertanian indonesia. karena letak Geografis indonesia 70% mengandalkan produk pertanian, maka ini merupakan Peluang yang sangat besar bagi rakyat indonesia untuk mengambil peluang ini. Sehingga pupuk organik yang Berkwalitas tinggi sangat berperan dan ditunggu petani untuk menyikapi program pemerintah go organik tahun 2010 ini dengan serius, karena suka atau tidak suka jika pupuk kimia sudah mulai langka dan sangat mahal yang disebabkan subsidi pupuk kimia dari pemerintah lambat laun akan dicabut 100% , maka petani kita akan melirik pupuk organik sebagai alternatif untuk menghemat biaya produksi dan diharapkan bisa menaikkan hasil. Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea. 3.3 SISTEM PERTANIAN MODERN. Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang. Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya. Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:  Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.  Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik. Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional. 3.4 PERMASALAHAN. Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1. Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik. 2. Perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia. 3. Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut. 4. Perlunya adaptasi lahan yang telah menggunakan pupuk anorganik terhadap pupuk organik karena bila langsung menggunakan pupuk organik akan menurunkan hasil panen. 5. Dibutuhkan pupuk organik dalam jumlah yang besar dalam pengaplikasian pada lahan pertanian. 6. Unsur hara pada bahan organik tersebut lambat terserap oleh tanaman. BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN. Pertanian organik merupakan metode pertanian yang tidak menggunakan pupuk sintetis dan pestisida. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud. Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. Aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan separuh takaran dosis standar pupuk kimia (anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan. Pada zaman sekarang masih banyak petani,khususnya petani di Indonesia yang menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia serta pencemaran pada lingkungan hidup kita. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih. 4.2 SARAN. Dalam upaya penyediaan media tanam yang subur, penggunaan pupuk kimia juga dikurangi secara perlahan. pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan. BAB V DAFTAR PUSTAKA http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/ http://www.sinartani.com/iptek/peluang-pertanian-organik-bagi-petani-miskin-1212387034 htm http://galeriukm.web.id/unit-usaha/agrobisnis-unit-usaha/mengembangkan-usaha-pertanian-organik http://ahoesein.blogspot.com/2009/08/peluang-indonesia-dalam-pertanian.html http://bumiganesa.com/?p=37

Selasa, 12 Oktober 2010

Senin, 12 Juli 2010

persiden sueharto pidato

Teknologi Pangan dan Pertanian pada 8:38 am oleh boskhamim

Pertanian Indonesia di tahun 2006 masih tetap menghadapi persoalan-persoalan klasik. Kelangkaan pupuk menjelang masa tanam, kekeringan di saat kemarau, kebanjiran di musim hujan, harga anjlok ketika panen, mencekik saat paceklik, serta konversi lahan yang kian tak terbendung.

Jika kelangkaan pupuk, kekeringan, banjir, hama, dan penyakit dampaknya terhadap produksi pertanian, terutama padi, tidak bersifat permanen, dampak berkurangnya lahan pertanian karena konversi akan bersifat permanen terhadap turunnya produksi. Sekali lahan pertanian, terutama sawah, beralih fungsi, mustahil kembali lagi menjadi sawah.

Kekhawatiran terhadap kelangkaan pupuk dan anjloknya harga beras selalu disuarakan dengan lantang oleh para wakil rakyat karena khawatir produksi pangan nasional merosot. Anehnya, soal konversi lahan nyaris tidak pernah mendapat perhatian. Jangankan ”suara lantang”, yang sayup-sayup pun hampir tak terdengar. Padahal, dampaknya jelas dan permanen terhadap produksi pangan nasional.

Kebutuhan pangan terus naik dari tahun ke tahun. Tahun 2020 diperkirakan perlu 9,3 juta hektar sawah untuk mencukupi kebutuhan beras nasional. Saat ini luas sawah hanya 8,11 juta hektar, 45 persen di antaranya ada di Jawa dan Bali. Dari tahun ke tahun bukan perluasan yang terjadi, tetapi justru luas sawah kian menyusut (tabel: Neraca Lahan Sawah di Indonesia).

Kerugian investasi

Konversi lahan tidak hanya berpengaruh terhadap produksi pangan, tetapi juga hilangnya investasi untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya. Menurut Sumaryanto dan Tahlim Sudaryanto dari Pusat Studi Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), nilai investasi per hektar sawah tahun 2000 lebih dari Rp 25 juta dan tahun 2004 mencapai Rp 42 juta per hektar.

Jika biaya pemeliharaan sistem irigasi dan pengembangan kelembagaan pendukung juga diperhitungkan, investasi untuk mengembangkan ekosistem sawah akan mencapai lima kali lipat dari angka tersebut.

Belum lagi kerugian ekologis bagi sawah di sekitarnya akibat alih fungsi sebagian lahan, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.

Pendapatan kotor usaha tani padi sekitar Rp 5,2 juta per hektar per musim. Sementara biaya produksi per hektar per musim Rp 2,3 juta, sekitar 45 persen untuk ongkos tenaga kerja. Dengan alih fungsi, berarti petani kehilangan peluang pendapatan Rp 2,9 juta per hektar per musim, dan buruh tani kehilangan Rp 1,05 juta per musim.

Bagi pemilik lahan, mengonversi lahan pertanian untuk kepentingan nonpertanian saat ini memang lebih menguntungkan. Secara ekonomis, lahan pertanian, terutama sawah, harga jualnya tinggi karena biasanya berada di lokasi yang berkembang.

Riman (65), misalnya, rela mengubah kebunnya menjadi petak-petak kontrakan daripada tetap menanam palawija. Alasannya, dengan tiga petak rumah yang dibangun di atas tanah 150 meter persegi, setiap bulan dia memperoleh dari kontrakan rumah sekitar Rp 750.000.

”Sementara kalau saya tanami mentimun, paling dapat sekarung, harganya cuma Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Itu pun masih harus menunggu 40 hari dan harus mikir beli urea, bibit, dan tenaga yang dikeluarkan,” ujar warga Kampung Pondok Serut, Desa Pakujaya-Serpong, Tangerang, yang lahannya terkepung tembok real estate itu.

Namun, bagi petani penggarap dan buruh tani, konversi lahan menjadi ”bencana” karena mereka tidak serta-merta bisa beralih pekerjaan. Mereka terjebak pada kian sempitnya kesempatan kerja. Bakal muncul masalah sosial yang pelik.

Penelitian Sumaryanto dan Tahlim Sudaryanto memperkuat hal ini, yaitu jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan di sekitarnya akan terkonversi dan sifatnya cenderung progresif. Karena, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan dan industri, akses ke lokasi tersebut akan semakin baik. Ini mendorong naiknya permintaan lahan oleh investor lain, atau spekulan tanah, sehingga harganya semakin tinggi, membuat petani pemilik lahan lain menjual lahannya.

Paradigma baru

Menurut Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan Pascasarjana IPB MT Felix Sitorus, alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan nonpertanian terkait paradigma pertanahan penguasa. Di era kolonialisme Inggris (1811-1816), paradigmanya adalah tanah untuk negara, semua tanah milik raja atau pemerintah, petani wajib membayar pajak dua per lima dari hasil tanah garapannya. Masa tanam paksa (1830-1870), paradigmanya tetap tanah untuk negara, pemerintah menjadi pemilik tanah, dan kepala desa meminjam tanah itu, selanjutnya dipinjamkan kepada petani. Petani tidak membayar pajak, tetapi seperlima dari tanahnya harus ditanami komoditas tertentu yang hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Belanda. Paradigma bergeser pada era kapitalisme kolonialisme (1870-1900), yaitu tanah untuk negara dan swasta, pemerintah memberikan hak erpacht 75 tahun kepada pemodal.

Di era pemerintahan Presiden Soekarno, paradigma diubah menjadi tanah untuk rakyat dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960, yang diikuti landreform (1963-1965) soal penetapan luas tanah pertanian. ”Tetapi hanya sebentar, belum terimplementasi dengan baik. Pemerintahan Soeharto mengembalikan paradigma, yaitu tanah untuk negara dan swasta, dan itu berlangsung sampai kini, apalagi adanya Perpres No 36/2005,” kata Felix.

Krisis paradigma pertanahan yang berlangsung lama di Indonesia terlihat setidaknya dari banyaknya kasus sengketa tanah antara rakyat dan pemerintah atau pengusaha. Konsorsium Pembaruan Agraria tahun 2002 mencatat ada 1.920 kasus sengketa tanah, yang melibatkan 1.284.557 keluarga dengan luas lahan 10,512 juta hektar.

”Oleh karena itu, sebelum ditetapkan keputusan menyediakan lahan abadi pertanian seluas 15 juta hektar, harus jelas dulu itu untuk siapa, apakah tanah pertanian abadi untuk negara, swasta, atau petani. Selama paradigmanya masih tanah untuk negara dan swasta, konversi lahan masih tetap akan terjadi. Sementara bagi petani, bertani bukan sekadar untuk alasan ekonomi, tetapi bagian dari pandangan hidupnya,” ujar Felix.

Setidaknya telah ada sembilan peraturan, mulai dari keputusan presiden, peraturan Menteri Dalam Negeri, peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, hingga surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengendalikan konversi lahan pertanian ke nonpertanian.

Semua itu tidak efektif menghentikan konversi. Persoalan ini tidak cukup hanya dihadapi dengan peraturan perundang-undangan karena masalahnya bukan hanya persoalan kebutuhan sektor lain akan lahan, tetapi menyangkut kesejahteraan petani, kepentingan keuangan pemerintah daerah, para pengejar rente, serta kebijakan dasar perekonomian yang ingin dibangun.

Diperlukan komitmen yang kuat untuk mencegah terjadinya konversi lahan pertanian, yang diwujudkan pada visi baru dalam kebijakan yang dilaksanakan. Keberpihakan pada kesejahteraan petani, kepentingan menjaga ketahanan pangan nasional, serta menjaga kelestarian lingkungan harus dinyatakan dengan jelas.

Menjadikan sektor pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik dan bergengsi secara alami dapat mencegah terjadinya konversi lahan. Jika konversi terus terjadi tanpa terkendali, hal itu tidak saja melahirkan persoalan ketahanan pangan, tetapi juga lingkungan dan ketenagakerjaan.

Minggu, 13 Juni 2010

BRIKET TEMPURUNG KELAPA

BRIKET TEMPURUNG KELAPA ( COCONUTS SHELL BRIQUET )

September 19, 2008 in Informasi | Tags: ARANG TEMPURUNG KELAPA, BRIKET TEMPURUNG KELAPA, COCONUTS SHELL BRIQUET | 5 comments

Briket Tempurung Kelapa adalah bahan bakar alternatif terbuat dari bahan baku tempurung kelapa yang sudah di olah menjadi briket dan di harapkan menjadi bahan bakar pengganti sebagai pilihan yang dibutuhkan masyarakat

1. HEMAT & EKONOMIS. Hasil Lab. SUCOFINDO menunjukkan , bahwa Briket Tempurung Kelapa yang berkualitas B ( khusus untuk rumah tangga, rumah makan / restauran , home industri dan lain-lainnya) produksi PT. Marga Okapallo memiliki kalori 6481/kg dan mudah terbakar, menghasilkan energi panas tinggi dan tahan lama sehingga secara ekonomis menggunakan Briket Tempurung Kelapa akan lebih hemat apabila dibandingkan dengan jenis bahan bakar lainnya.

2. AMAN &RAMAH LINGKUNGAN. Diolah tanpa menggunakan bahan kimia, pada saat digunakan abunya tidak berterbangan dan tidak berasap , tidak meninggalkan noda hitam pada peralatan yang digunakan ( alat-alat dapur dan lain-lainnya) tidak mengeluarkan bau menyengat / aroma tidak sedap yang dapat mengganggu aktifitas kerja kesehatan maupun lingkungan.

KOMBET ( KOMPOR BRIKET)s

1. AMAN DAN PRAKTIS . – Kombet ( kompor briket) aman dan praktis saat digunakan, tidak menimbulkan resiko ledakan dan mudah perawatan .

2. BEBAS POLUSI DAN EKONOMIS. – Kombet ( kompor briket) dengan bahan bakar briket tempurung kelapa, sungguh memberikan nilai tersendiri bagi yang memahami pentingnya makna Sehat dan Hemat.

Keunggulan Briket Batok Kelapa

1. Lebih murah dan Ekonomis

2. Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama

3. Tidak beresiko meledak/terbakar seperti Kompor Minyak Tanah atau Kompor Elpiji

4. Tidak mengeluarkan suara bising serta tidak berjelaga sehingga tidak membuat alat2 memasak anda menjadi rusak

5. Sumber Briket Batok Kelapa berlimpah

6. Ramah Lingkungan dan aman Bagi Kesehatan terutama bagi Ibu-Ibu yang sering memasak didapur

PETUNJUK PEMAKAIAN :

1. Buka tutup sarangan kompor
2. Angkat sarangan kompor
3. Ambil pemantik, isi dengan kapas secukupnya dan beri spiritus sampai kapas basah dengan rata.
4. Taruh kembali pemantik pada tempatnya.
5. Tempatkan sarangan dan beri briket 10 – 11 biji.
6. Nyalakan pemantik melalui lubang samping.
7. Tunggu hingga briket terbakar sempurna ( ± 15 menit ).
8. Siap untuk digunakan.

Cara mematikan :

1. Ambil briket satu persatu, celupkan pada air sisi per sisi agar tidak pecah.
2. Atau, ambil briket satu persatu, semprot dengan sprayer berisi air.

PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002

No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)

1. Australia dan Oceania 7,70
2. Eropa 4,20
3. Amerika Latin 3,70
4. Amerika Utar 1,30
5. Asia 0,09
6. Afrika 0,06

Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik

No. Kategori Komoditi

1. Tanaman Pangan Padi
2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5. Peternakan Susu, telur dan daging